Kronologis Korban Malpraktek Meninggal di RS Mitra Keluarga
JAKARTA, LintasParlemen.Com – Anggota Komisi VI DPR RI Endang Srikarti Handayani menceritakan kembali kronologi konstetuennya yang menjadi korban malpraktik di Rumah Sakit (RS) Mitra Keluarga, Cibubur atas nama Rumantio.Sebelum meninggal, Rumantio mengalami koma tanggal 20 Februari 2016 lalu setelah mengalami kejang-kejang. Saat itu, pasien hanya mengeluh sakit ringan di bagian kepalanya (Kamis, 11/02).
Namun, dokter yang menangani Rumantio mengatakan bahwa pasiennya itu mengalami pendarahan di bagian dalam otaknya.
Tanpa ada koordinasi dengan tim kedokteran ahli, membuat pasien salah penanganan. Sehingga dokter pun dengan sigap melakukan serangkaian tindakan salah satunya melalu CT Scan dan MRI.
“Ceritanya begini, di tanggal 11 Februari 2016 lalu, pasien yang juga konstituen saya masuk rumah sakit itu. Padahal, hanya sakit kepala ringan dan masih sehat segar bugar hingga tanggal 20 Februari. Pasien masih sehat. Begitu jam 2 siang mengalami kejang-kejang. Karena 5 dokter semua (tim dokter) yang memberikan obat, tidak pernah melakukan koordinasi pemberian obat. Setelah jam 2 siang mengalami kejang, lalu pasen disuntik tidur oleh dokter anatesi,” cerita Endang seperti rilis yang diterima LintasParlemen.Com, Ahad (06/03).
“Alasan mereka menyuntik anatesi supaya tenang tidurnya. Anehnya, setiap sadar selalu disuntik anatesi lagi dan lagi. Alasanya biar tenang tidurnya. Sampai tanggal 25 Februari, pasien tidak pernah sadar lagi. Padahal pasien masih normal, denyut nadi dan jantungnya baik. Tapi dokter menyarankan alat mesin bantu nafas di lepas saja supaya meninggal pelan pelan,” cerita EndangSejak itu, politisi Golkar itu merasa aneh dengan sikap dokter yang disebutnya melanggar etika kedokteran. Karena telah memberlakukan pasein dan keluarga tidak sesuai etika kedokteran.
“Mulai sejak disarankan oleh dokter, keluarga tidak menyetujui untuk melepas alat itu. Tapi tim dokter memperlakukan keluarga pasien sudah tidak harmonis lagi sejak pasien dibiarkan begitu. Sehingga keluarga memutuskan akan dibawa pulang ke rumah. Sebelum dibawa pulang, pasien telah meninggal dunia,” ujar Endang, politisi Asal Boyolali yang peduli rakyat nan santun ini. (SCA)
Komentar:
Dokter adalah seseorang yang kita datangi jika kita
mengalami keluhan kesehatan ataupun ingin mempercantik diri. Tapi, saat ini
banyak dokter yang yang terlihat menyepelekan penyakit seorang pasien. Terlihat
dari artikel diatas, karena kurang koordinasi dari dokter di rumah sakit
membuat satu seorang nyawa terenggut.
Berdasarkan
pasal 2 yang berbunyi, “Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan
profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi,” dan pasal Pasal 7d, “Setiap
dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk hidup
insani,” sudah jelas bahwa seorang dokter haruslah melaksanakan tugasnya
sebagai dokter sesuai etika kedokteran dan setiap dokter harusnya melindungi
bukannya menyakiti pasien. Lalu, sesuai dengan Pasal 10, “Setiap dokter wajib
bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk
kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada
dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut,” yang memiliki arti
bahwa dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut adalah dokter yang
mempunyai kompetensi keahlian di bidang tertentu, bukannya bertindak sesuai
kemamuaannya dengan memutuskan suatu keputusan tanpa berdiskusi dengan ahlinya.
Memiliki tujuan untuk menyembuhkan anaknya, orang
tuanya pasti mengharapkan kesembuhan untuk anaknya. Maka dari itu, janganlah
para dokter mengecewakan seorang pasien dengan bertindak gegabah dan melanggar
etika kodekteran hingga harus merenggut nyawa seseorang. Seorang dokter
haruslah menjadi sosok yang dipercaya masyarakat untuk kita mendapatkan
kesehatan yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar