Selasa, 28 Oktober 2014

Kalimat Dasar

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Kalimat merupakan gabungan dari dua buah kata atau lebih yang menghasilkan suatu pengertian dan pola intonasi akhir. Di dalam kalimat dasar hanya terdapat satu subjek dan satu predikat. Selain subjek dan predikat, di dalam kalimat dasar juga terdapat objek dan atau pelengkap serta keterangan. Subjek, predikat, objek, keterangan, dan pelengkap disebut juga unsure kalimat.

Biasanya sebuah kalimat itu memiliki Subjek dan Predikat juga bisa ditambah dengan unsur lain seperti Objek dan Keterangan.
Unsur-unsur Kalimat
1. Subjek dalam kalimat Bahasa Indonesia biasanya adalah seseorang yang melakukan suatu kegiatan tertentu. Dalam kalimat subjek biasanya berupa kata benda. Misalkan: ayah, mobil, gedung, sekolah, dll
2. Predikat adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh subjek. Misalkan: mencuci, makan, belajar, dll.
3. Objek adalah target yang dilakukan subjek. Misal: Saya(S) membaca(P) Koran(O). contoh lainnya adalah: Siswa(S) mengikuti(P) upacara bendera(O).
4. Keterangan disini dapat berupa keterangan tempat, waktu ataupun alat bantu. Missal: di kamar, dengan perlahan, kemarin, dll.

1. pola SP
Contoh polanya adalah: Saya(S) mahasiswa(P). contoh lainnya adalah Gedung ini(S) akan dihancurkan(P)
2. pola SPK
Contohnya adalah: Ibu(S) pergi(P) ke pasar(K)
3. pola SPO
Contoh kalimatnya adalah: Saya(S) cinta(P) produk Indonesia(O)
4. pola SPPel
Misalnya: Badu(S) menjadi(P) ketua kelas(Pel)

Hal yang membedakan Objek dengan Keterangan dan Pelengkap adalah dalam pola SPO Objek dapat berubah menjadi Subjek, sedangkan Keterangan dan Pelengkap tidak bisa. Perhatikan ketiga contoh di atas bila di ubah.

1. Pasar(K) dipergi(P) oleh ibu(S).
2. Produk Indonesia(S) dicintai(P) oleh saya(O).
3. Ketua kelas(Pel) dijadikan(P) oleh Badu(S).

Kalimat pertama dan ketiga menjadi kalimat yang tidak logis. Lain halnya untuk kalimat kedua, kalimat kedua masih memiliki arti yang sama dengan kalimat yang sebelumnya.

5. pola SPOPel
Misalnya: Kami(S) membeli(P) spidol(O) untuk kelas(Pel).

6. pola SPOK
Pada umumnya Keterangan dapat di tempatkan di manapun. Di awal, tengah atau akhir kalimat.
Misalnya: Saepul(S) mengajari(P) Asep(O) kemarin(K waktu).
Di dapur(K tempat) Asep(S) makan(P) ayam(O).
Juragan(S) membeli(P) di pasar(K tempat) seekor ikan(O).
 
Jenis-Jenis Kalimat 

Kalimat Tunggal
         
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti dan boleh diperluas dengan satu atau lebih unsur-unsur tambahan, asal unsur-unsur tambahan itu tidak boleh membentuk pola baru. Kalimat tunggal, misalnya kalimat inti, kalimat luas, kalimat verbal, kalimat nominal, dan kalimat tidak lengkap. ( definisi kalimat tunggal )

Contoh:
1. Rista menggambar.
    Kalimat inti
2. Rista menggambar bunga teratai.
    Kalimat luas
3. Ayamnya lima ekor.
    Kalimat nominal
 
     Selain kalimat tunggal, kita juga mengenal adanya kalimat majemuk. Kalimat majemuk adalah penggabungan dua kalimat tunggal atau lebih, sehingga kalimat yang baru mengandung dua atau lebih klausa. Hubungan antarklausa tersebut ditandai dengan kata hubung (konjungsi). ( definisi kalimat majemuk )
 
Kalimat majemuk
      Adalah kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih. Minimal satu klausa yang terdiri dari subjek dan predikat.

Pada umumnya, kalimat majemuk dibagi menjadi :

a. Kalimat majemuk setara
Adalah kalimat majemuk yang pola-pola kalimatnya memiliki kedudukan yang sederajat, tidak ada kalimat yang menduduki fungsi lebih tinggi.


Kata penghubungnya antara lain: dan, atau, tapi, bahkan, kemudian dsb.
Contoh : Zuhud mengambil kursi kenudian duduk diatasnya.

b. Kalimat majemuk bertingkat
Adalah kalimat majemuk yang terdiri dari induk kalimat dan aank kalimat. Anak kalimat merupsksn perluasaan dari induk kalimat.
Contoh : -ketika aku menonton tv, Ibu dating. (anak kalimat keterangan waktu)
-anak yang berjilbab itu memenangkan olympiade biologi. (anak kalimat perluasan subjek)

c. Kalimat majemuk campuran
Adalah kalimat majemuk hasil gabungan kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.
Contoh : proyek itu telah selesai ketika obama berkunjung ke Indonesia dan presiden Soeharto meninggal dunia.

d. Kalimat majemuk rapatan
Adalah gabungan beberapa kalimat tunggal yang karena subjek dan predikatnya sama, maka bagian yang sama hanya disebutka sekali.
Contoh :
Ibu sedang memasak
Ibu sedang menggoreng ikan
Ibu sedang mendengarkan radio
Jadi, Ibu sedang memasak, menggoreng ikan, dan mendengarkan radio.

Daftar Pustaka
 Handika. 2012. http://handikaabdillah20021992.blogspot.com/2012/10/kalimat-dasar-bahasa-indonesia.html . pada tanggal 28 Oktober pukul 21.00
 Aan. 2011. http://aanvagelink.blogspot.com/2011/10/kalimat-dasar.html . pada tanggal 28 Oktober pukul 21.13

Selasa, 21 Oktober 2014

EYD



EYD (Ejaan yang Disempurnakan) adalah tata bahasa dalam Bahasa Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian dan penulisan huruf kapital dan huruf miring, serta penulisan unsur serapan. EYD disini diartikan sebagai tata bahasa yang disempurnakan. Dalam penulisan karya ilmiah perlu adanya aturan tata bahasa yang menyempurnakan sebuah karya tulis. Sebuah karya tulis memerlukan tingkat kesempurnaan yang mendetail. Singkatnya, EYD digunakan untuk membuat tulisan dengan cara yang baik dan benar.
Peran EYD yakni sebagai pedoman umum bagi para penggunaan Bahasa Indonesia. EYD yang digunakan saat ini adalah EYD yang telah disepakati oleh 3 negara yakni Indonesia, Malaysia dan Bruneidarussalam.

I.     Penggunaan EYD yang Benar pada Penulisan Huruf dan Kata

1.1 Penggunaan Huruf Kapital
1.       Jabatan tidak diikuti nama orang
Dalam butir 5 Pedoman EYD dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Contoh, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Gubernur Jawa Barat, Profesor Jalaluddin Rakhmat, Sekretaris Jendral, Departemen Pendidikan Nasional. Jabatan tidak diikuti nama orang tidak memakai huruf kapital. Contoh, Menurut bupati, anggaran untuk pendidikan naik 25 % dari tahun sebelumnya.
2.      Huruf pertama nama bangsa
Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Contoh, bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris.
Ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai bentuk dasar kata turun. Contoh : ke-Sunda-Sundaan,ke-Inggris-Inggrisan,ke-Batak-Batakan, meng Indonesiakan.Seharusnya : kesunda-sundaan, keinggris- inggrisan, kebatak-batakan, mengindonesiakan.
3.      Nama geografi sebagai nama jenis
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri. Contoh, berlayar ke teluk, mandi di kali, menyebrangi selat, pergi ke arah tenggara, kacang bogor, salak bali, pisang ambon, pepaya bangkok, nanas subang, tahu sumedang, peuyeum bandung dan telur brebes.
4.      Setiap unsur bentuk ulang sempurna
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Contoh, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Yayasan Ahli-Ahli Bedah Plastik Jawa Barat, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Garis-Garis Besar Haluan Negara.
5.      Penulisan kata depan dan kata sambung
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Biasanya dipakai pada penulisan judul cerpen, novel. Contoh, Harimau Tua dan Ayam Centil, Hari-Hari Penantian dalam Gua  Neraka, Kado untuk Setan, Taksi yang Menghilang.

1.2  Penulisan Huruf Miring
1.      Penulisan nama buku
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Contoh, Buku Jurnalistik Indonesia, Majalah Sunda Mangle, Surat Kabar Bandung Pos.
2.      Penulisan penegasan kata dan penulisan bahasa asing
Huruf miring menyatakan, huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Contoh, boat modeling, aeromodeling, motorsport.
3.      Penulisan kata ilmiah
Huruf miring menegaskan, huruf miring dan cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah dan ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Contoh, royal-purple amethyst, crysacola, turqoisa, rhizopoda, lactobacillus, dsb.

1.3  Penulisan Kata Turunan
1.      Gabungan kata dapat awalan akhiran
Kata turunan menegaskan, jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh, bertepuk tangan, garis bawahi, dilipatgandakan, sebar luaskan.
2.      Gabungan kata dalam kombinasi
Kata turunan menyatakan, jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh, antarkota, antarsiswa, antipornografi, antikekerasan, anti-Amerika, audiovisual, demoralisasi, dwiwarna, dwibahasa, ekasila, ekstrakulikuler, interkoneksi, intrakampus, multifungsi, pramuwisma, tunakarya, tunarungu, prasejarah, pascapanen, tridaya, rekondisi.

1.4  Penulisan Gabungan Kata
1.      Penulisan gabungan kata istilah khusus
Penulisan gabungan kata mengingatkan, gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Contoh; alat pandang- dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami.
2.       Penulisan gabungan kata serangkai
Penulisan gabungan kata menegaskan, gabungan kata berikut harus ditulis serangkai. Contoh, acapkali, adakalanya, akhirulkalam, daripada, darmawisata, belasungkawa, dukacita, kacamata, kasatmata, manakala, manasuka, matahari, olahraga, padahal, peribahasa, radioaktif, saptamarga, saripati, sediakala, segitiga, sekalipun, sukacita, sukarela, sukaria, titimangsa.

II.     Penggunaan EYD yang Benar pada Partikel, Singkatan, Akronim, dan Angka

A.    PENULISAN PARTIKEL
Pedoman EYD menetapkan ketentuan pertama yang menyatakan partikel -lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: bacalah, tidurlah, apakah,  siapakah, apatah.
1.1.      Penulisan partikel pun
Partikel pun dituliskan terpisah dari kata yang mendahuluinya.
1.2       Penulisan partikel per
Partikel per yang berarti mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.

B.   Penulisan Singkatan
Pedoman EYD menegaskan, singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.

  1. Penulisan singkatan umum tiga huruf
Pedoman EYD mengingatkan, singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Kaidah bahasa jurnalistik dengan tegas melarang pemakaian singkatan umum seperti ini dalam setiap karya jurnalistik seperti tajuk renacana, pojok, artikel, kolom, surat pembaca, berita, teks foto, feature. Bahasa jurnalistik juga dengan tegas melarang penggunaan singkatan jenis ini dalam judul tajuk, artikel, surat pembaca, atau judul-judul berita.
2.      Penulisan singkatan mata uang
Pedoman EYD menegaskan, lambang kimia, singkatan satuan ukuran , takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.

C.      Penulisan Akronim
Menurut Pedoman EYD, akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
Pertama, akronim nama diri berupa gabunga suku kata. Kedua, akronim yang bukan nama diri berupa gabungan huruf.
  1. Akronim nama diri
Pedoman EYD menyatakan, akronim nama diri yag berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
2.      Akronim bukan nama diri
Menurut Pedoman EYD, akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Sebagai catatan, Pedoman EYD mengingatkan, jika dianggap perlu membentuk akronim, maka harus diperhatikan dua syarat
Pertama, jumlah suku akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia.
Kedua, akronim dibentuk yang sesuai dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim

D.      Penulisan Angka
Pedoman EYD menetapkan empat jenis penulisan angka,
Pertama, angka dipakai untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor. Dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Kedua, angka digunakan untuk menyatakan :
(1) ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
(2) satuan waktu,
(3) nilai uang, dan
(4) kuanitas.
Ketiga, angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, aparteman, atau kamar pada alamat.
Keempat, angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.

E.       Penulisan Lambang Bilangan
Dari delapan jenis penulisan bilangan yang diatur dalam Pedoman EYD, empat diantaranya perlu dibahas disini. Ini mengingat apa yang dibolehkan dalam Pedoman EYD, belum tentu dibolehkan pula dalam bahsa jurnalistik.
a. Penulisan lambang bilangan satu-dua kata
Pedoman EYD menetapkan, penulisan lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
b. Penulisan lambang bilangan awal kalimat
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
c.  Penulisan lambang bilangan utuh
Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Ketentuan dalam Pedoman EYD ini sangat sejalan dengan kaidah bahasa jurnalistik yang senantiasa menuntut kesederhanaan dan kemudahan.
d.  Penulisan lambang bilangan angka-huruf
Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali didalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. (ash3).com

III.  Penggunaan Tanda Baca
1.    Tanda Titik (. )
a.    Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya: Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
b.        Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Misalnya:  A. S. Kramawijaya
Muh. Yamin
c.    Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan
Misalnya: Bc. Hk.              (Bakalaureat Hukum)
Dr.                   (Doktor)
2.      Tanda Koma ( , )
a.    Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.
Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Satu, dua, . . . tiga!
b.   Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapi dan melainkan.
Misalnya:  Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3.      Tanda Titik Koma (; )
a.      Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian­bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya: Malam makin larut; kami belum selesai juga.
b.      Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Misalnya: Ayah mengurus tanaman di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran pilihan pendengar.
4.      Tanda Titik Dua ( : )
a.      Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnva: Yang kita perlukan sekarang ialah barang yang berikut: kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonorni Umum dan Ekonomi Perusahaan.
b.      Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:    a.  Ketua      : Ahmad Wijaya
Sekretaris : S. Handayani
Bendahara : B. Hartawan
b. Tempat sidang    : Ruang 104
Pengantar Acara : Bambang S.
Hari                  : Senin
Jam                  : 9.30 pagi
5.      Tanda Hubung ( – )
a.      Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
ada cara ba­-ru juga.
Suku kata yang terdiri atas satu huruf tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada ujung baris.
b.      Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya, atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada
Misalnya:
.. . cara baru meng­-ukur panas.
… cara baru me-ngukur kelapa.
… alat pertahan­-an yang baru.
Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
c.       Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:  anak-anak
berulang-ulang
dibolak-balikkan
kemerah-merahan
Tanda ulang (2) hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.
6.      Tanda Pisah ( – )
a.      Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan
khusus di luar bangun kalimat. 
Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu -saya yakin akan tercapai- diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
b.      Tanda pisah menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya: Rangkaian penemuan ini-evolusi, teori kenisbisan, dan kini juga pembedahan atom- tidak men­gubah konsepsi kita tentang alam semesta.
7.      Tanda Elipsis ( … )
a.      Tanda elipsis menggambarkan kalimat yang terputus-putus.
Misalnya: Kalau begitu … ya, marilah kita bergerak.
b.      Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.
8.      Tanda Tanya ( ? )
a.       Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya
Misalnya: Kapan ia berangkat?
Saudara tahu bukan?
b.      Tanda tanya dipakai di antara tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya: la dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
9.      Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah, atau yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat.
Misalnya: Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar ini sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak- istrinya!
Merdeka!
10.  Tanda Kurung (   ) 
a.      Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya: DIP (Daftar Isian Proyek) kantor itu sudah selesai.
b.      Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya:  Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962
c.       Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu seri keterangan. Angka atau huruf itu dapat juga diikuti oleh kurung tutup saja.
Misalnya:  Faktor-faktor produksi menyangkut masalah berikut:
(a) alam,
(b) tenaga kerja, dan
(c) modal.
Faktor-faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
11.  Tanda Kurung Siku ([... ])
a.      Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu jadi isyarat bahwa kesalahan itu memang terdapat di dalam naskah asal.
Misalnya: Sang Sapurba men[d] engar bunyi gemerisik.
b.      Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya: (Perbedaan antara dua macam proses ini [lihat BabI] tidak dibicarakan.)
12.  Tanda Petik (“… “)
a.      Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
Misalnya:  “Sudah siap?” tanya Awal.
“Saya belum siap,” seru Mira, “tunggu sebentar!”
b.      Tanda petik mengapit judul syair, karangan, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat.
Misalnya:  Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
13.  Tanda Petik Tunggal ( ‘ … ‘ )
a.    Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:  Tanya Basri, “Kaudengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
“Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’,
dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.
  1. Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing (Lihat pemakaian tanada kurung)
Misalnya:  rate of inflation          ’laju inflasi’

  1. Tanda Ulang ( …2 ) (angka 2 biasa)
Tanda ulang dapat dipakai dalam tulisan cepat dan notula untuk menyatakan pengulangan kata dasar.
Misalnya:  kata2
lebih2
sekali2
  1. Tanda Garis Miring ( / )
    1. Tanda garis miring dipakai dalam penomoran kode surat.
Misalnya: No. 7/PK/1973
  1. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, per, atau nomor alamat.
Misalnya:  mahasiswa/mahasiswi
harganya Rp 15,00/lembar
Jalan Daksinapati IV/3 
  1. Tanda Penyingkat (Apostrof) ( ‘ )
Tanda apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata.
Misalnya:  Ali ‘kan kusurati        (‘kan = akan)  Malam ‘lah tiba        (‘lah = telah)

IV. Penulisan Unsur Serapan
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjamam dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shuttle cock, reshuffle. Unsur-unsur tersebut di pakai dalam konteks bahasa Indonesia tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yamg penulisan dan pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

Daftar Pustaka
Fathvizard. 2013. http://fvizard.wordpress.com/2013/05/05/ejaan-yang-disempurnakan-eyd/ . pada tanggal 21 Oktober oukul 21.45