EYD
(Ejaan yang Disempurnakan) adalah tata bahasa dalam Bahasa Indonesia yang mengatur
penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian dan penulisan
huruf kapital dan huruf miring, serta penulisan unsur serapan. EYD disini
diartikan sebagai tata bahasa yang disempurnakan. Dalam penulisan karya ilmiah perlu
adanya aturan tata bahasa yang menyempurnakan sebuah karya tulis. Sebuah karya
tulis memerlukan tingkat kesempurnaan yang mendetail. Singkatnya, EYD digunakan
untuk membuat tulisan dengan cara yang baik dan benar.
Peran
EYD yakni sebagai pedoman umum bagi para penggunaan Bahasa Indonesia. EYD yang
digunakan saat ini adalah EYD yang telah disepakati oleh 3 negara yakni
Indonesia, Malaysia dan Bruneidarussalam.
I.
Penggunaan
EYD yang Benar pada Penulisan Huruf dan Kata
1.1 Penggunaan Huruf Kapital
1.
Jabatan tidak diikuti nama orang
Dalam butir 5 Pedoman EYD
dinyatakan, huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan
pangkat yang diikuti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Contoh, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Gubernur Jawa Barat, Profesor
Jalaluddin Rakhmat, Sekretaris Jendral, Departemen Pendidikan Nasional. Jabatan
tidak diikuti nama orang tidak memakai huruf kapital. Contoh, Menurut bupati,
anggaran untuk pendidikan naik 25 % dari tahun sebelumnya.
2.
Huruf pertama nama bangsa
Huruf kapital digunakan sebagai
huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Contoh, bangsa Indonesia,
suku Sunda, bahasa Inggris.
Ditegaskan, huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku
bangsa, dan bahasa yang dipakai bentuk dasar kata turun. Contoh :
ke-Sunda-Sundaan,ke-Inggris-Inggrisan,ke-Batak-Batakan, meng
Indonesiakan.Seharusnya : kesunda-sundaan, keinggris- inggrisan,
kebatak-batakan, mengindonesiakan.
3.
Nama geografi sebagai nama jenis
Huruf kapital tidak dipakai sebagai
huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri. Contoh,
berlayar ke teluk, mandi di kali, menyebrangi selat, pergi
ke arah tenggara, kacang bogor, salak bali, pisang ambon,
pepaya bangkok, nanas subang, tahu sumedang, peuyeum bandung dan telur
brebes.
4.
Setiap unsur bentuk ulang sempurna
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Contoh,
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Yayasan Ahli-Ahli
Bedah Plastik Jawa Barat, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Garis-Garis
Besar Haluan Negara.
5.
Penulisan kata depan dan kata
sambung
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan
kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk
yang tidak terletak pada posisi awal. Biasanya dipakai pada penulisan judul
cerpen, novel. Contoh, Harimau Tua dan Ayam Centil, Hari-Hari
Penantian dalam Gua Neraka, Kado untuk Setan,
Taksi yang Menghilang.
1.2 Penulisan Huruf Miring
1.
Penulisan nama buku
Huruf miring dalam cetakan dipakai
untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam
tulisan. Contoh, Buku Jurnalistik Indonesia, Majalah Sunda Mangle,
Surat Kabar Bandung Pos.
2.
Penulisan penegasan kata dan
penulisan bahasa asing
Huruf miring menyatakan, huruf
miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian
kata, kata, atau kelompok kata.
Contoh, boat modeling,
aeromodeling, motorsport.
3.
Penulisan kata ilmiah
Huruf miring menegaskan, huruf
miring dan cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah dan ungkapan asing
kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Contoh, royal-purple amethyst,
crysacola, turqoisa, rhizopoda, lactobacillus, dsb.
1.3 Penulisan Kata Turunan
1.
Gabungan kata dapat awalan akhiran
Kata turunan menegaskan, jika bentuk
dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur
gabungan kata itu ditulis serangkai. Contoh, bertepuk tangan, garis bawahi,
dilipatgandakan, sebar luaskan.
2.
Gabungan kata dalam kombinasi
Kata turunan menyatakan, jika salah
satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai. Contoh, antarkota, antarsiswa, antipornografi,
antikekerasan, anti-Amerika, audiovisual, demoralisasi, dwiwarna, dwibahasa,
ekasila, ekstrakulikuler, interkoneksi, intrakampus, multifungsi, pramuwisma,
tunakarya, tunarungu, prasejarah, pascapanen, tridaya, rekondisi.
1.4 Penulisan Gabungan Kata
1.
Penulisan gabungan kata istilah
khusus
Penulisan gabungan kata
mengingatkan, gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan
kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan
pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Contoh; alat pandang- dengar,
anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami.
2.
Penulisan gabungan kata
serangkai
Penulisan gabungan kata menegaskan,
gabungan kata berikut harus ditulis serangkai. Contoh, acapkali, adakalanya,
akhirulkalam, daripada, darmawisata, belasungkawa, dukacita, kacamata,
kasatmata, manakala, manasuka, matahari, olahraga, padahal, peribahasa,
radioaktif, saptamarga, saripati, sediakala, segitiga, sekalipun, sukacita,
sukarela, sukaria, titimangsa.
II.
Penggunaan EYD yang Benar pada Partikel, Singkatan, Akronim, dan Angka
A.
PENULISAN
PARTIKEL
Pedoman EYD menetapkan ketentuan
pertama yang menyatakan partikel -lah,
-kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Contoh: bacalah,
tidurlah, apakah, siapakah, apatah.
1.1. Penulisan partikel pun
Partikel pun dituliskan
terpisah dari kata yang mendahuluinya.
1.2 Penulisan partikel per
Partikel per yang berarti
mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau
mengikutinya.
B. Penulisan Singkatan
Pedoman
EYD menegaskan, singkatan ialah bentuk
yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih. Singkatan nama resmi
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama
dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital
dan tidak diikuti dengan tanda titik.
- Penulisan singkatan umum tiga huruf
Pedoman EYD mengingatkan, singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf
atau lebih diikuti satu tanda titik. Kaidah bahasa jurnalistik dengan tegas
melarang pemakaian singkatan umum seperti ini dalam setiap karya jurnalistik
seperti tajuk renacana, pojok, artikel, kolom, surat pembaca, berita, teks
foto, feature. Bahasa jurnalistik
juga dengan tegas melarang penggunaan singkatan jenis ini dalam judul tajuk,
artikel, surat pembaca, atau judul-judul berita.
2.
Penulisan singkatan mata uang
Pedoman EYD menegaskan, lambang kimia, singkatan satuan ukuran ,
takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
C.
Penulisan
Akronim
Menurut Pedoman EYD, akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf
awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata
yang diperlakukan sebagai kata.
Pertama, akronim nama diri berupa gabunga suku kata. Kedua,
akronim yang bukan nama diri berupa gabungan huruf.
- Akronim nama diri
Pedoman
EYD menyatakan, akronim nama diri yag
berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata
ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
2.
Akronim bukan nama diri
Menurut Pedoman EYD, akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan
huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata
seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Sebagai catatan, Pedoman EYD mengingatkan, jika
dianggap perlu membentuk akronim, maka harus diperhatikan dua syarat
Pertama, jumlah suku akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang
lazim pada kata Indonesia.
Kedua, akronim dibentuk yang sesuai dengan mengindahkan
keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia
yang lazim
D.
Penulisan
Angka
Pedoman
EYD menetapkan empat jenis penulisan
angka,
Pertama, angka dipakai untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor.
Dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Kedua, angka digunakan untuk menyatakan :
(1) ukuran panjang, berat, luas, dan
isi,
(2) satuan waktu,
(3) nilai uang, dan
(4) kuanitas.
Ketiga, angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah,
aparteman, atau kamar pada alamat.
Keempat, angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan
ayat kitab suci.
E.
Penulisan
Lambang Bilangan
Dari delapan jenis penulisan
bilangan yang diatur dalam Pedoman EYD,
empat diantaranya perlu dibahas disini. Ini mengingat apa yang dibolehkan dalam
Pedoman EYD, belum tentu
dibolehkan pula dalam bahsa jurnalistik.
a. Penulisan
lambang bilangan satu-dua kata
Pedoman EYD menetapkan, penulisan lambang bilangan yang dapat
dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa
lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan
pemaparan.
b. Penulisan
lambang bilangan awal kalimat
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf.
Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat
dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
c. Penulisan
lambang bilangan utuh
Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja
sebagian supaya lebih mudah dibaca. Ketentuan dalam Pedoman EYD ini sangat sejalan dengan kaidah bahasa jurnalistik
yang senantiasa menuntut kesederhanaan dan kemudahan.
d. Penulisan
lambang bilangan angka-huruf
Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf
sekaligus dalam teks kecuali didalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
(ash3).com
III. Penggunaan Tanda Baca
1.
Tanda Titik (. )
a.
Tanda
titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya: Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
b.
Tanda
titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Misalnya: A. S. Kramawijaya
Muh. Yamin
c.
Tanda
titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan
Misalnya: Bc.
Hk. (Bakalaureat
Hukum)
Dr.
(Doktor)
2.
Tanda Koma ( , )
a.
Tanda koma
dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.
Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Satu, dua, . . . tiga!
b.
Tanda koma
dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata tetapi dan melainkan.
Misalnya: Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3.
Tanda Titik Koma (; )
a.
Tanda
titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagianbagian kalimat yang sejenis
dan setara.
Misalnya: Malam makin larut; kami belum selesai juga.
b.
Tanda
titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu
kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Misalnya: Ayah mengurus tanaman di kebun; ibu sibuk bekerja
di dapur; adik menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik
mendengarkan siaran pilihan pendengar.
4.
Tanda Titik Dua ( : )
a.
Tanda
titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian
atau pemerian.
Misalnva: Yang kita perlukan sekarang ialah barang yang
berikut: kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonorni Umum dan Ekonomi Perusahaan.
b.
Tanda
titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya: a.
Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : S. Handayani
Bendahara : B. Hartawan
b. Tempat sidang : Ruang 104
Pengantar Acara : Bambang S.
Hari
: Senin
Jam
: 9.30 pagi
5.
Tanda Hubung ( – )
a.
Tanda
hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
…ada cara ba-ru juga.
Suku kata yang terdiri atas satu huruf tidak dipenggal
supaya jangan terdapat satu huruf saja pada ujung baris.
b.
Tanda
hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya, atau akhiran dengan
bagian kata di depannya pada
Misalnya:
.. . cara baru meng-ukur panas.
… cara baru me-ngukur kelapa.
… alat pertahan-an yang baru.
Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat
satu huruf saja pada pangkal baris.
c.
Tanda
hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya: anak-anak
berulang-ulang
dibolak-balikkan
kemerah-merahan
Tanda ulang (2) hanya digunakan pada tulisan cepat dan
notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.
6.
Tanda Pisah ( – )
a.
Tanda
pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan
khusus di luar bangun kalimat.
Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu -saya yakin akan tercapai-
diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
b.
Tanda
pisah menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat
menjadi lebih jelas.
Misalnya: Rangkaian penemuan ini-evolusi, teori kenisbisan,
dan kini juga pembedahan atom- tidak mengubah konsepsi kita tentang alam
semesta.
7.
Tanda Elipsis ( … )
a.
Tanda
elipsis menggambarkan kalimat yang terputus-putus.
Misalnya: Kalau begitu … ya, marilah kita bergerak.
b.
Tanda
elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih
lanjut.
8.
Tanda Tanya ( ? )
a.
Tanda tanya dipakai pada akhir
kalimat tanya
Misalnya: Kapan ia berangkat?
Saudara tahu bukan?
b.
Tanda tanya dipakai di antara tanda
kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat
dibuktikan kebenarannya.
Misalnya: la dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
9.
Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang
berupa seruan atau perintah, atau yang menggambarkan kesungguhan,
ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat.
Misalnya: Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar ini sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak- istrinya!
Merdeka!
10. Tanda Kurung ( )
a.
Tanda
kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya: DIP (Daftar Isian Proyek) kantor itu sudah
selesai.
b.
Tanda
kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok
pembicaraan.
Misalnya: Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama
tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962
c.
Tanda
kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu seri keterangan. Angka
atau huruf itu dapat juga diikuti oleh kurung tutup saja.
Misalnya: Faktor-faktor produksi menyangkut masalah
berikut:
(a) alam,
(b) tenaga kerja, dan
(c) modal.
Faktor-faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b)
tenaga kerja, dan (c) modal.
11. Tanda Kurung Siku ([... ])
a.
Tanda
kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu
jadi isyarat bahwa kesalahan itu memang terdapat di dalam naskah asal.
Misalnya: Sang Sapurba men[d] engar bunyi gemerisik.
b.
Tanda
kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda
kurung.
Misalnya: (Perbedaan antara dua macam proses ini [lihat
BabI] tidak dibicarakan.)
12. Tanda Petik (“… “)
a.
Tanda
petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau
bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di
sebelah atas baris.
Misalnya: “Sudah siap?” tanya Awal.
“Saya belum siap,” seru Mira, “tunggu sebentar!”
b.
Tanda
petik mengapit judul syair, karangan, dan bab buku, apabila dipakai dalam
kalimat.
Misalnya: Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari
Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
13. Tanda Petik Tunggal ( ‘ … ‘ )
a.
Tanda
petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya: Tanya Basri, “Kaudengar bunyi ‘kring-kring’
tadi?”
“Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’,
dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.
- Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau penjelasan
kata atau ungkapan asing (Lihat pemakaian tanada kurung)
Misalnya: rate of inflation
’laju inflasi’
- Tanda Ulang ( …2 ) (angka 2 biasa)
Tanda ulang dapat dipakai dalam
tulisan cepat dan notula untuk menyatakan pengulangan kata dasar.
Misalnya: kata2
lebih2
sekali2
- Tanda Garis Miring ( / )
- Tanda garis miring dipakai dalam penomoran kode surat.
Misalnya: No. 7/PK/1973
- Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan,
atau, per, atau nomor alamat.
Misalnya: mahasiswa/mahasiswi
harganya Rp 15,00/lembar
Jalan Daksinapati IV/3
- Tanda Penyingkat (Apostrof) ( ‘ )
Tanda apostrof menunjukkan
penghilangan bagian kata.
Misalnya: Ali ‘kan
kusurati (‘kan = akan) Malam
‘lah tiba (‘lah = telah)
IV. Penulisan Unsur Serapan
Dalam
perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa lain,
baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing. Berdasarkan taraf
integrasinya, unsur pinjamam dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua
golongan besar. Pertama unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam
bahasa Indonesia, seperti shuttle cock, reshuffle. Unsur-unsur tersebut di
pakai dalam konteks bahasa Indonesia tetapi pengucapannya masih mengikuti cara
asing. Kedua, unsur pinjaman yamg penulisan dan pengucapannya disesuaikan
dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya diubah
seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk
asalnya.
Daftar Pustaka
Fathvizard. 2013. http://fvizard.wordpress.com/2013/05/05/ejaan-yang-disempurnakan-eyd/ . pada tanggal 21 Oktober oukul 21.45